Ahmad Satria Anugrah Agus Nur

SEPENGGAL KISAH DARI SANG AYAH PENUH DUKA

Di sebuah Departemen Store di Makassar telah menjadi saksi pertemuan saya dengan seorang gadis manis yang bernama Tri Haryati.
Awal kisah :
          Saya adalah sosok pemuda yang biasa saja yang terlahir dari keluarga sederhana dan bermukim di sebuah dusun kecil di Kabupaten Gowa. Saya pernah mengecap dunia pendidikan di bangku madrasah Aliyah Swasta. Selepas dari sekolah, saya terjerumus kedalam pergaulan yang cukup nakal. Saya malah menjadi sosok pemuda yang suka membangkang, mabuk-mabukan, dan malas jika berada dalam rumah.
          Hari demi hari ku lalui itu semua, hingga keluargaku mulai terusik dan tidak tenang dengan tingkahku. Akhirnya orangtuaku berinesiatif agar saya mencari kerja di kota. Berkat ancaman dan bahkan saya dipukul oleh  ayahandaku yang kini telah menghadap Ilahi, maka sayapun menuruti semuanya. Saya berangkat ke rumah tanteku di Sungguminasa. Disitulah saya melamar pekerjaan disalah satu departemen store dan akhirnya saya diterima. Alhamdulillah ya Allah….!
          Menjalani hari-hari di dunia pekerjaan, tangan Allah memperkenalkan saya dengan sosok gadis manis yang sengaja diperbantukan dari Jakarta untuk menjadi senior dan sekaligus mendidik kami yang nota bene masih karyawan baru
          Awalnya hubungan kami hanyalah antara senior dan junior saja. Setiap hari kerja, kami sering beristrahat di tempat yang sama sehingga muncul benih-benih cinta dalam hatiku. Sang gadis cantik ini malah meminta untuk diperkenalkan dengan adat budaya dan tempat rekreasi favorit yang ada di Makassar dan sekitarnya.
          Satu bulan telah berlalu, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatiku yang sebenarnya. Tapi itu tidak mudah, setiap kali kucoba, setiap kali dia menolak dengan halus. Namanya juga lelaki, saya tidak surut dan tetap mencoba, dan akhirnya jam 22.00 saya pun diterimanya. Tepat tanggal 15 april 2002.
          Setelah itu, kami menjalani hubungan ini dengan begitu romantic dan saling menyayangi serta mencintai. Dunia terasa hanya milik kami berdua. Akhirnya kami bersatu dan menikah di Kelurahan Panjatan, kecamatan Karang Anyar, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
          Ijab kobul terjadi, ikrar setia bersama, cincin terikat di jari manis, bulan madu telah menjadi kewajiban, hidup terasa indah, setiap saat bersama bagai Romi dan Juliet. Dengan izin Allah, kami berdua dipercayakan menjadi sepasang orangtua yang berbahagia dengan lahirnya buah hati kami pada tanggal 20 Mei 2003 di Lamuru, Desa Sunggumanai kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa, Sul-Sel yang kami beri nama “Ahmad Satria Anugrah”. Inilah kado terindah yang kami dapatkan, lengkaplah sudah kebahagian kami. Gelar AYAH dan MAMA telah kami sandang ibarat raja dan ratu penguasa.
          Setelah 3 tahun kemudian, keluarga kami mulai terkoyak oleh keegoisan dari orangtua kami. Ada yang menginginkan kami tinggal di Makassar, ada yang memaksa kami tinggal di Jawa. Sebagai keluarga kecil, kami hanya ingin hidup tenang, mandiri dan jauh dari keduanya. Tetapi dalam rencana itu, kakak kandung saya memukuli anak dan istri saya seperti binatang menerkam mangsanya. Dia begitu menghancurkanku. Sebelum balik ke Makassar kami sempat tinggal selama beberapa bulan di ibu kota Jakarta.
          Akhirnya kami pun sepakat hijrah ke Jawa, karena tidak nyaman lagi di Makassar. Dengan isak tangis dari kedua orang tuaku, mereka ikhlas melepaskan kepergian kami di pelabuhan Soekarna-Hatta Makassar menuju ke Pulau Jawa. Berat sekali saya melihat isak tangis mereka, tetapi demi anak istriku, saya harus kuat untuk meninggalkan orangtuaku demi keutuhan keluarga kecilku. Sehari semalam mengarungi selat Makassar, akhirnya kami turun di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan melanjutkan ke Kebumen. Saya memulai kehidupanku disana dengan pekerjaan yang sebelumnya tidak saya lakukan sejak di Makassar. Saya menjadi buruh bangunan lepas, buruh tani, buruh aspal dan bahkan menjadi pembuat batu merah. Begitu besar dan beratnya tantangan hidup di Jawa, dengan segala keringat piluh ku tetap tersenyum demi senyum manis anak dan istriku.
          Begitu susah payah menghidupi keluarga, ternyata tidak serta merta masalah berakhir. Ayahanda sakit keras di kampong, tetapi mertuaku tidak mengizinkan kami balik menjenguknya. Bahkan keluar kata-kata tak pantas untuk seorang mertua kepada menantunya. Sering kali aku memohon, tapi tak digubris juga.
          Melihat kenyataan pahit itu, istri dan anakku tidak diizinkan untuk ikut bersamaku. Akupun memberanikan diri untuk meninggalkan mereka. Tiket kapal telah ditangan, bus sudah menjemput. Saat itu yang saya rasakan bagaikan menggenggam bara api, kulangkahkan kaki keluar dan segera menaiki bus menuju kota Jogjakarta. Begitu hancur batin ini seperti tiada daya. Tetesan airmata tidak terbendum seiring deruh bus melaju dan akhirnya sampai ke Jogja.sekitar satu jam saya menunggu bus untuk melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, saat itu hatiku meronta dan berkecamuk. Ku beranikan diri untuk merobek tiket kapal dan membatalkan berangkat ke Makassardan ku berlari mencari bus arah balik ke Kebumen. Pas jam 24.00 saya pun sampaikembali di rumah, istri kaget melihat kenyataan ini. Dalam hati, saat itu lebih mementingkan istri dan anak daripada pulang ke Makassar.
          Setelah bali, saya pikir mertuaku akan iba, tapi ternyata, itu nol besar. Mereka tetap dengan pendirian mereka. Itu terbukti disaat ayahanda makin parah penyakitnya,tapi tetap tidak mengizinkan kami balik ke Makassar.



BERSAMBUNG

0 Response to "SEPENGGAL KISAH DARI SANG AYAH PENUH DUKA"

Post a Comment

Arsip Blog

Powered By Blogger

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

senang dengan kunjungan anda

Total Pageviews