Cinta Dan Benci Karena Allah
Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita
kepada Allah Azza wajalla, yang telah menganugerakan rasa cinta dan benci
dihati para makhlukNya. Dan hanya Dia pulalah yang berhak mengatur kepada
siapakah kita harus mencintai dan kepada siapa pula kita membenci.
Cinta yang paling tinggi dan paling
wajib serta yang paling bermanfaat mutlak adalah cinta kepada Allah Ta’ala
semata, diiringi terbentuknya jiwa oleh sikap hanya menuhankan Allah Ta’ala
saja. Karena yang namanya Tuhan adalah sesuatu yang hati manusia condong
kepadanya dengan penuh rasa cinta dengan meng-agungkan dan membesarkannya,
tunduk dan pasrah secara total serta menghamba kepadaNya. Allah Ta’ala wajib
dicintai karena DzatNya sendiri,sedangkan yang selain Allah Ta’ala dicintai
hanya sebagai konsekuensi dari rasa cinta kepada Allah Ta’ala.
Dalam Sunan At-Tirmidzi dan lain-lain,
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
أَوْثَقُ عُرَى اْلإِيْمَانِ الْحُبُّ فِي
اللهِ وَالْبُغْضُ فِي اللهِ. (رواه الترمذي).
“Tali
iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.At
Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Rasulullah juga
bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ
وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ اْلإِيْمَانَ. (رواه أبو داود
والترمذي وقال حديث حسن).
“Barangsiapa
yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan
tidak memberi karena Allah, maka sungguh telah sempurna Imannya.” (HR. Abu
Dawud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits hasan)
Dari dua hadits di atas kita bisa
mengetahui bahwa kita harus memberikan kecintaan dan kesetiaan kita hanya
kepada Allah semata. Kita harus mencintai terhadap sesuatu yang dicintai Allah,
membenci terhadap segala yang dibenci Allah, ridla kepada apa yang diridlai
Allah, tidak ridla kepada yang tidak diridlai Allah, memerintahkan kepada apa
yang diperintahkan Allah, mencegah segala yang dicegah Allah, memberi kepada
orang yang Allah cintai untuk memberikan dan tidak memberikan kepada orang yang
Allah tidak suka jika ia diberi.
Dalam pengertian menurut syariat,
dimaksud dengan al-hubbu fillah (mencintai karena Allah) adalah mencurahkan
kasih sayang dan kecintaan kepada orang –orang yang beriman dan taat kepada
Allah ta’ala karena keimanan dan ketaatan yang mereka lakukan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
al-bughdu fillah (benci karena Allah) adalah mencurahkan ketidaksukaan dan
kebencian kepada orang-orang yang mempersekutukanNya dan kepada orang-orang yang
keluar dari ketaatan kepadaNya dikarenakan mereka telah melakukan perbuatan
yang mendatangkan kemarahan dan kebencian Allah, meskipun mereka itu adalah
orang-orang yang dekat hubungan dengan kita, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Kamu
tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling kasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun
orang orang itu bapak-bapak, anak-anak sauadara-saudara ataupun saudara
keluarga mereka.” (Al-Mujadalah: 22)
Jadi, para sahabat, tabi’in, tabi’ut
tabi’in serta pengikut mereka di seluruh penjuru dunia adalah orang-orang yang
lebih berhak untuk kita cintai (meskipun kita tidak punya hubungan apa-apa
dengan mereka), dari pada orang-orang yang dekat dengan kita seperti tetangga
kita, orang tua kita, anak-anak kita sendiri, saudara-saudara kita, ataupun
saudara kita yang lain, apabila mereka itu membenci, memusuhi dan menentang
Allah dan RasulNya dan tidak melakukan ketaatan kepada Allah dan RasulNya maka
kita tidak berhak untuk mencintai melebihi orang-orang yang berjalan di atas
al-haq dan orang yang selalu taat kepada Allah dan rasulNya. Demikian juga
kecintaan dan kebencian yang tidak disyari’atkan adalah yang tidak berpedoman
pada kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Dan hal ini
bermacam-macam jenisnya di antaranya adalah: kecintaan dan kebencian yang
dimotifasi oleh harta kekayaan, derajat dan kedudukan, suku bangsa, ketampanan,
kefakiran, kekeluargaan dan lain-lain, tanpa memperdulikan norma-norma agama
yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
“Bahwasannya seorang mukmin wajib dicurahkan kepadanya kecintaan dan kasih
sayang meskipun mendhalimi dan menganggu kamu, dan seorang kafir wajib
dicurahkan kepadanya kebencian dan permusuhan meskipun selalu memberi dan
berbuat baik kepadamu.”
Sesuai dengan apa yang di katakan oleh
Syakhul Islam Ibnu Taimiyah, marilah kita berlindung kepada Dzat yang
membolak-balikkan hati, supaya hati kita dipatri dengan kecintaan dan kebencian
yang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Karena kadang orang-orang yang
menentang Allah di sekitar kita lebih baik sikapnya terhadap kita dari pada
orang-orang yang beriman kepada Allah, sehingga kita lupa dan lebih mencintai
orang-orang kafir dari pada orang-orang yang beriman. Naudzubilla min dzalik.
Dalam pandangan ahlusunnah wal jamaah
kadar kecintaan dan kebencian yang harus dicurahkan terbagi menjadi tiga
kelompok:
1. Orang-orang yang dicurahkan
kepadanya kasih sayang dan kecintaan secara utuh. Mereka adalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan RasulNya, melaksanakan ajaran Islam dan
tonggak-tonggaknya dengan ilmu dan keyakinan yang teguh . Mereka adalah
orang-orang yang mengikhlaskan segala perbuatan dan ucapannya untuk Allah
semata. Mereka adalah orang-orang yang tunduk lagi patuh terhadap
perintah-perintah Allah dan RasulNya serta menahan diri dari segala yng
dilarang oleh Allah dan Rasulnya. Mereka adalah orang-orang yang mencurahkan
kecintaan, kewala’an, kebencian dan permusuhan karena Allah ta’ala serta
mendahulukan perkataan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam atas yang lainnya
siapapun orangnya.
2. Orang-orang yang dicintai dari satu
sisi dan dibenci dari sisi lainnya.
Mereka adalah orang yang
mencampuradukan antara amalan yang baik dengan amalan yang buruk, maka mereka
dicintai dan dikasihani dengan kadar kebaikan yang ada pada diri mereka
sendiri, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kejelekan yang ada pada
diri mereka. Dalam hal ini kita harus dapat memilah-milah, seperti muamalah
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap seorang sahabat yang bernama
Abdullah bin Himar. Saat itu Abdulllah bin Himar dalam keadaan minum khamr maka
dibawalah dia kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, tiba-tiba sorang
laki-laki melaknatnya kemudian berkata: “betapa sering dia didatangkan
kehadapan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam keadaan mabuk.” Rasulullah
bersabda: “janganlah engkau melaknatnya. Sesungguhnya dia adalah orang yang
cinta kepada Allah dan RasulNya (Shohih Al-Bukhari kitab Al-Hudud). Pada hal
jama’ah yang berbahagia, dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab Al-Asyribah juz 4
yang dishahihkan oleh Al-Bani dalam shahih Al-Jami Ash Shaghir hadits nomer
4967 Rasulullah n melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menjualnya,
orang yang memerasnya dan orang yang minta diperaskan, orang yang membawanya
dan orang yang dibawakan khamr kepadanya.
3. Orang–orang yang dicurahkan
kebencian dan permusuhan kepadanya secara utuh.
Mereka adalah orang yang tidak beriman
kepada rukun iman dan orang yang mengingkari rukun Islam baik sebagian atau
keseluruhan dengan rasa mantap, orang yang mengingkari asma’ wa sifat Allah
ta’ala, atau orang yang meleburkan diri dengan ahlu bida’ yang sesat dan
menyesatkan, atau orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan keIslamannya.
Terhadap orang ini wajib bagi kita untuk membenci secara utuh, karena mereka
adalah musuh Allah dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam.
Ada beberapa faktor yang dapat
mengkokohkan kecintaan dijalan Allah, antara lain:
1. Memberitahukan kepada orang yang
dicintai bahwa kita mencintai karena Allah ta’ala. Diriwayatkan dari Abu Dzar
Radhiallaahu anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda:
إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ صَاحِبَهُ فَلْيَأْتِ
فِيْ مَنْزِلِهِ فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ فِي اللهِ تَعَالَى. (رواه ابن المبارك
في الزهد، 712).
“Apabila
ada seorang dari kalian mencintai temannya hendaklah dia datangi rumahnya dan
mengkhabarinya bahwa ia mencintainya (seorang teman tadi) kerena Allah Ta’ala.”
(HR.Ibnul Mubarok dalam kitab Az-Zuhdu, hal 712 dengan sanad shohih)
2. Saling memberi hadiah
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu
Hurairah Radhiallaahu anhu:
تَهَادَوْا تَحَابُّوْا. (رواه البخاري في
الأدب المفرد 120 والبيهقي، 6/169، وسنده حسن).
“Saling
memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR.
Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrod, hal 120 dan Baihaqi 6/169 dengan sanad
hasan)
3. Saling mengunjungi
Rasulullah bersabda dalam riwayat Abu
Hurairah .
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ! زُرْ غِبًّا تَزْدَدْ
حُبًّا. (رواه الطبراني والبيهقي، سنده صحيح).
“Wahai
Abu Hurairah! berkunjunglah engkau dengan baik tidak terlalu sering dan terlalu
jarang, niscaya akan bertambah sesuatu dengan kecintaan.” (HR.Thabrani dan
Baihaqi dengan sanad yang shahih)
4. Saling menyebarkan salam.
لاَ تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا
وَلاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ
تَحَابَبْتُمْ، أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ. (رواه مسلم، 2/35).
“Tidaklah
kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga
kalian saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila
kalian melakukan-nya akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara
kalian.” (HR. Muslim 2/35).
5. Meninggalkan dosa-dosa.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
مَا تَوَادَّ اثْنَانِ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
أَوْ فِي اْلإِسْلاَمِ فَيَفْرُقُ بَيْنَهُمَا إِلاَّ بِذَنْبٍ يُحْدِثُهُ أَحَدُهُمَا.
(رواه البخاري في الأدب المفرد ص 84 وهو حديث حسن).
“Tidaklah
dua orang yang saling mencintai karena Allah atau karena Islam kemudian
berpisah kecuali salah satu dari ke duanya telah melakukan dosa.” (HR.
Al-Bukhari dalam kitabnya Al-Adab AlMufrad hal.84)
6. Meninggalkan perbuatan ghibah
(membicarakan sesuatu tentang saudaranya di saat tidak ada, dan jika saudaranya
tersebut mendengarkan dia marah-marah atau tidak suka) Allah berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan
(ghibah) sebagian yang lain,sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentunya kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tubat lagi Maha
Penyayang.” (Al-Hujurat:12)
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Kewajiban saling mencintai dijalan
Allah bukanlah suatu perintah yang tidak membawa hasil apa-apa. Tetapi Allah
memerintahkan sesuatu itu pasti ada buahnya dan hasilnya. Buah dan hasil dari
saling mencintai di jalan Allah di antaranya adalah:
1.
Mendapatkan
kecintaan Allah.
2.
Mendapatkan
Kemuliaan dari Allah.
3.
Mendapatkan
naungan Arsy Allah di hari kiamat, pada saat tidak ada naungan kecuali naungan
Allah.
4.
Merasakan
manisnya iman.
5.
Meraih
kesempurnaan iman.
6.
Masuk
Surga
Semoga Allah menjadikan kita sebagai
orang-orang yang tunduk patuh hanya kepada Allah. Semoga kecintaan dan
kebencian kita selalu sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan
RasulNya. Apalagi yang kita harapkan kecuali mendapatkan kecintaan dari
Allah, mendapatkan kemuliaan dari Allah, mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada
hari tidak ada naungan kecuali naunganNya, meraih manisnya Iman, mendapatkan
kesempurnaan iman dan masuk ke dalam SurgaNya yang tinggi. Semoga Allah selalu
memberkahi dan merahmati kita. Amiin.
0 Response to "Cinta Dan Benci Karena Allah"
Post a Comment