BAB I
Pada
zaman modern ini rasanya hal itu tidak mungkin karena zaman sekarang ini
menuntut penyajian yang serba cepat dan tahan lama. Oleh sebab itu, hampir
setiap hari perut kita tidak pernah absen menerima pasokan makanan yang
mengandung pengawet. Sesuai SK Menkes RI No.722 tahun 1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan
yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Menurut FDA, keamanan
suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi
dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam makanan dari
penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi
toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari pengawet jika
dicerna oleh manusia atau hewan.
Zat pengawet ialah bahan kimia yang berfungsi untuk
membantu, mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroba pembusuk, baik
bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan
proses pembusukan, fermentasi, pengasaman atau kerusakan komponen lain dari
bahan makanan. Aktifitas-aktifitas zat pengawet tidak sama, misalnya ada
yang efektif terhadap bakteri, ragi atau kapang. Zat pengawet terdiri dari
senyawa organik dan senyawa anorganiknya.
Pengawet
juga tidak boleh digunakan untuk mengelabui konsumen dengan mengubah tampilan
makanan dari seharusnya, contohnya pengawet yang mengandung sulfit dilarang
digunakan pada daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada
daging sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut
merupakan daging segar atau bukan.
Pengawet
sebenarnya dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah
proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, untuk menjaga
kualitas yang memadai sebagaimana yang diinginkan. Namun kita harus tetap
mempertimbangkan keamanannya. Di masyarakat kita sekarang ini,penggunaan
pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas
penggunaannya sehingga tidak lagi mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan
konsumen. Pada zaman modern ini rasanya hal itu tidak mungkin karena zaman
sekarang ini menuntut penyajian yang serba cepat dan tahan lama. Oleh sebab
itu, hampir setiap hari perut kita tidak pernah absen menerima pasokan makanan
yang mengandung pengawet. Sesuai SK Menkes RI No.722 tahun 1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan makanan
yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Syarat-syarat bahan pengawet diantaranya adalah
harus bekerja menghambat dan mematikan mikroorganisme, tidak boleh merangsang
rasa dan bau, stabil secara fisika dan kimia, dapat bekerja lama, tidak boleh
mengurangi khasiat makanan, mudah didapat, bersifat efektif dalam jumlah kecil
dan tidak boleh terurai dalam tubuh menjadi zat-zat yang lebih toksis daripada
bahan pengawet murni
Menurut FDA,
keamanan suatu pengawet makanan harus mempertimbangkan jumlah yang mungkin
dikonsumsi dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan terbentuk dalam
makanan dari penggunaan pengawet, efek akumulasi dari pengawet dalam makanan
dan potensi toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan kanker) dari
pengawet jika dicerna oleh manusia atau hewan. Pengawet juga tidak boleh
digunakan untuk mengelabui konsumen dengan mengubah tampilan makanan dari
seharusnya, contohnya pengawet yang mengandung sulfit dilarang digunakan pada
daging karena zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging sehingga
tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging tersebut merupakan daging
segar atau bukan.
BAB II
PEMBAHASAN
Zat aditif adalah
bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk. Salah satu zat
tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai dan kualitas produk
adalah pengawet. Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur
simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk
pangan. Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama
umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk
yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat
bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.
A.
Pengawet
Food
Additive atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran
bahan yang secara alami BUKAN merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara
lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan
pengental.
Di
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan tambahan khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai
gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi
pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Dalam
kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara oleh masyarakat, termasuk
dalam pembuatan makanan jajanan. Dalam prakteknya masih banyak produsen pangan
yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang
sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal ini disebabkan karena
ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat dan keamanan maupun
mengenai peraturan tentang BTP. Karena pengaruh terhadap kesehatan umumnya
tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali
tidak menyadari penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan.
Pengawet
makanan termasuk dalam kelompok zat tambahan makanan yang bersifat inert secara
farmakologik (efektif dalam jumlah kecil dan tidak toksis). Pengawet penggunaannya
sangat luas, hampir seluruh industry mempergunakannya termasuk industri
farmasi, kosmetik, dan makanan.
Zat
pengawet terdiri dari senyawa anorganik dan organik dalam bentuk asam dan
garamnya. Contoh zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah
sulfit, hidrogen peroksida, nitrit dan nitrat. Zat pengawet organik yang sering
digunakan untuk pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam
asetat, dan epoksida. Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada yang
anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat
Ternyata,
dalam penggunaannya produsen sering menggunakan pengawet yang sebenarnya bukan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) untuk mengawetkan makanan sehingga penggunaannya
sangat membahayakan konsumen. Jenis-jenis bahan pengawet yang dilarang,
diantaranya natrium tetraboraks (boraks), formalin, asam salisilat dan
garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak
nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oil), nitrofurazon, dan
kalium atau potassium bromat. Di antara bahan-bahan tersebut yang paling sering
digunakan di masyarakat adalah formalin dan boraks.
B.
Penggunaan bahan pengawet
Bahan
pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah
rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi,
pengasaman atau peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Tetapi tidak jarang
produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan
untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.
Penggunaan
pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan
pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak
efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang
berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga
berbeda.
Secara umum
penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:
- Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan
baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen.
- Memperpanjang umur simpan pangan.
- Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan
bau bahan pangan yang diawetkan.
- Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang
berkualitas rendah.
- Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan
yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
- Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan
pangan.
Sifat
bahan pengawet selain dapat mencirikan bahan pengawet yang bersangkutan,
ternyata juga diperlukan untuk menentukan cara penggunaan bahan pengawet
terutama sifat kelarutannya. Penambahan bahan pengawet dalam bahan pangan dapan
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu pencampuran, pencelupan, penyemprotan,
pengasapan, dan pelapisan pada pembungkus pangan.
Pengawet yang banyak dijual
di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan adalah benzoat,
yang umumnya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat yang
bersifat lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai
makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal,
jeli, manisan, kecap, dan lain-lain
Secara
garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) GRAS
(Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak
berefek recun sama sekali.
2) ADI
(Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya
(daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.
3) Zat
pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya seperti boraks,
formalin, dan rhodamin-B. Formalin tidak boleh digunakan karena dapat
menyebabkan kanker paru-paru dan gangguan pada alat pencernaan dan jantung.
Adapun penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan
pada otak, hati, dan kulit.
C. Daftar bahan pengawet
Bahan
tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 sebagai berikut:
1.
Natrium
Tetraborat (Boraks)
2.
Formalin
(Formaldehyde)
3.
Minyak
nabati yang dibrominasi/brominated vegetable oil
4.
Kloramfenikol
(Chlorampenicol)
5.
Kalium
klorat (Potassium Chlorate)
6.
Dietil
pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC)
7.
Nitrofurazon
(Nitrofurazon)
8.
P-phenetilkarbamida
(P- phenethycarbamide, dulcin, 4-ethoxyphenyl uea)
9.
Asam
salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
Berdasarkan Permenkes No.
722/88 terdapat jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam
makanan, antara lain ;
1.
asam
benzoat,
2.
asam
propionat,
3.
asam
sorbat,
4.
belerang
dioksida
5.
etil
p-hidroksi benzoat,
6.
kalium
benzoat,
7.
kalium
bisulfit
8.
kalium
nitrat,
9.
kalium
nitrit,
10.
kalium
propionat,
11.
kalium
sorbat,
12.
kalium
sulfit,
13.
kalsium
benzoat,
14.
kalsium
propionat,
15.
kalsium
sorbet
16.
natrium
benzoate
17.
metil p-hidroksi benzoate
18.
natrium bisulfit
19.
natrium metabisulfit,
20. natrium nitrat,
21.
natrium
nitrit,
22.natrium propionat,
23.natrium sulfit,
24. nisin,
25.propil -p- hidroksi benzoat.
Daftar pengawet yang aman beserta takaran
maksimum yang digunakan:
1.
Asam
Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg
2.
Natrium
Benzoat : jumlah maksimum digunakan adalah = 1 g/kg
3.
Belerang
Oksida : jumlah maksimum digunakan adalah = 500 mg/kg
4.
Asam
Propionat : jumlah maksimum digunakan adalah = 2 g/kg (roti) dan 3 g/kg (keju
olahan)
D.
Jenis-jenis bahan pengawet
Beberapa bahan
pengawet yang umum digunakan dan jenis makanan serta batas penggunaannya pada
makanan terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik.
Bahan-bahan organik
diantaranya:
1.
Asam Benzoat dan
garamnya yaitu bahan yang
digunakan untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap (600 mg,/kg), serta sari
buah, saus tomat, saus sambal, jem dan jeli, manisan, agar, dan makanan lain (1
g/kg).
a)
Asam Benzoat,
berbentuk hablur atau jarum putih, sedikit berbau benzaldehid atau benzoin.
Agak mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air. Sukar
larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, mengalami disosiasi
tergantung pada pH mediumnya. Sifat yang tidak terdisosiasi inilah yang
mempunyai efektivitas sebagai pengawet.
b)
Natrium Benzoat, berupa granul atau serbuk hablur berwarna
putih, tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air, agak sukar
larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 95 %, bentuk aktifnya
sebagai pengawet sebesar 84,7 % pada pH 4,8.
c)
Kalium Benzoat, kristal larut air dan alkohol dan efektivitas
sebagai pengawet pada pH 4,2.
d)
Kalsium Benzoat, kristal yang larut dalam air dan alkohol.
Dalam air padat pada suhu 25oC larut sebesar
40 g/L dengan efektivitas sebagai pengawet pada pH 4,2.
2.
Ester para-hidroksi benzoat
a.
Metil para-hidroksi
benzoat, berupa hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau
atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air
air, benzen, CCl4, namun mudah larut dalam etanol
dan dalam eter. Betuk aktif sebagai pengawet 87,4 % pada range pH 8,5. Garam
natriumnya mudah larut dalam air pada suhu 25oC dengan bentuk
yang aktif sebagai pengawet adalah 87,4 %
b.
Propil para-hidroksi
benzoat, hablur kecil atau serbuk serbuk dan tidak berwarna. Sangat sukar larut
air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter dan sukar larut dalam air
mendidih. Bentuk aktif sebagai pengawet adalah 89,1 % pada range 8,5. Garam
natriumnya mudah larut dalam air pada suhu 25oC, bentuk aktif
sebagai pengawet adalah 89,1 % pada range 8,5.
Asam Propionat dan bentuk garamnya, berupa
serbuk putih yang mudah larut dalam air, sukar larut dalam alkohol, dan tidak
larut dalam minyak. Bagian aktif yang sebagai pengawet sebesar 77,1 % pada
range pH 4,9.
Adapun bahan pengawet untuk roti (2 g/kg) dan keju olahan (3
g/kg).
Asam Sorbat dan garamnya, berupa serbuk hablur putih,
mengalir bebas dan baunya khas. Sukar larut dalam air serta larut dalam etanol
dan dalam eter. Adapun bahan pengawet
untuk margarin, pekatan sari buah, dan keju (1 g/kg)
Bahan-bahan anorganik yang biasa digunakan antara lain:
1.
Nitrit (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrit) dan
nitrat (dalam bentuk garam kalium/natrium nitrat), yaitu bahan pengawet
untuk daging olahan atau yang diawetkan seperti sosis (125 mg nitrit/kg atau
500 mg nitrat/kg), korned dalam kaleng (50 mg nitrit/kg), atau keju (50 mg
nitrat/kg). Berbentuk granul berwarna putih, kelarutan (g/100 ml): kebanyakan
digunakan dalam bentuk garamnya dan mudah larut dalam air sedangkan sedikit
larut dalam alkohol.
2.
Sulfit (dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit atau
metabisulfit), yaitu bahan pengawet untuk potongan kentang goreng (50 mg/kg),
udang beku (100 mg/kg), dan pekatan sari nenas (500 mg/kg). Bentuk garam
sulfitnya berbentuk granul dan atau Kristal berwarna putih, agak sukar larut
dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Sedangkan bentuk garam bisulfitnya
mudah larut dalam air (Kalium Bisulfit) dan tidak larut dalam alkohol.
E. Cara
menganalisis pengawet yang di izinkan
Zat pengawet di sini di bedakan menjadi 2
bagian yaitu:
·
Zat
pengawet Organik, lebih banyak di pakai daripada zat pengawet anorganik karrena
pengawet organic lebih mudah di buat dan dapat terdegradasi sehingga mudah di
ekskresikan. Bahan pengawet organic yang serring di gunakan adalah asam sorbet,
asam propionate dan asam bensoat.
·
Asam
sorbat ( C6H8O2 )
OH
Asam sorbat ini dapat di analisis dengan
metode spektrofotometri UV. Dengan adanya ikatan rangkap terkonjugasi pada asam
sorbat (pada gambar) membuat senyawa ini mampu menyerap sinar ultraviolet.
v Pembuatan kurva baku sorbat
1.
Sebanyak
1-5mL larutan baku sorbat dengan konsentrasi 2mg/mL di ambil lalu di masukkan
dalam 5 labu takar 100mL
2.
Di
tambah air sampai batas tanda
3.
didalam
labu takar 50mL di tambahkan 0,4mL HCl (1:1)
4.
Dan di
tambah petroleum eter sampai batas tanda.
5.
Di
masukkan dalam kuvet 1cm dan di lakukan scanning (dengan panjang gelombang
200-300nm)
6.
Adanya
panjang gelombang maksimal sekitar 250nm, berarti positif ada asam sorbat.
v Cara analisis sampel
1.
Sebanyak
20 gram sampel yang telah di gerus dan homogen di masukkan dalam gelas piala
200 ml lalu di tambah 70 ml air
2.
di
aduk dengan batang pengaduk dan di biarkan selama 10 menit.
3.
Sampel
di masukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan di encerkan dengan air sampai batas
tanda lalu saring.
4.
Sebanyak
5 ml saringan di masukkan ke dalam labu takar 50 ml
5.
dan di
lakukan pengerjaan sebagaimana dalam penyiapan
kurva baku.
·
Asam benzoat ( C7H6O2
)
v Cara analisis identifikasi asam benzoat
·
Sampel
di larutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu di saring.
·
50-100
mL larutan sampel di ambil lalu di asamkan dengan H2SO4 4N.
·
Di
masukkan dalam corong pisah lalu di ekstraksi 2 kali (20 mL dan 10 mL eter)
·
Lapisan
eter di kumpul dan di uapkan
·
Residu
di campur dengan H2So4 P 10 tetes, di panaskan pada suhu 180C selama menit (dinginkan).
·
Cairannya
di buat alkalis dengan di tambah amonia
sulfida atau 40mg Hidroksilamin-HCl
·
Adanya
warna merah coklat menunjukkan adanya asam benzoat
v Penentuan kadar asam benzoat secara
alkalimetri
·
Sampel
150mL / 150gram di masukkan ke dalamlabu 500 mL di tambah NaCl jenuh
secukupnya.
·
Campuran
di buat alkalis pada kertas lakmus di tambah NaOH 10%
·
Campuran
selanjutnya di encerkan sampai batas dengan NaCl jenuh di gojog lalu diamkan 2
jam lalu di saring.
·
Jika
sampel mengandung lemak maka bagian yang saringannya terkontaminasi oleh lemak
di tambah beberapa mL NaOH 10% ke dalam saringan.
Adapun reaksi yang terjadi pada
penetapan kadaar natrium benzoate dengan cara alkalimetri adalah sebagai
berikut:
·
Asam propionat ( C3H6O2
) CH3-CH2-COOH
Asam
propionat (CH3-CH2-COOH) yang mempunyai struktur yang
terdiri atas 3 atom karbon tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri. Manusia dan
hewan tingkat tinggi dapay memetabolisme asam ini sebagaimana asam lemak.. propionat
biasanya digunakan dalam bentuk garam Ca- dan Na-. bentuk efektifnya adalah
bentuk tidak terdisosiasi. Propionat efektif terhadap kapang dan beberapa
khamir pada pH di atas 5.
v Penetapan kadar asam propianat
(kromatografi gas)
·
Sebanyak
lebih kurang 5 gram sampel di timbang,
lalu di masukan ke dalam blender
·
di
tambah 1 ml H3PO4; 10 gram natrium sulfat anhidrat dan 50 ml etil asetat.
Campuran di blender selama 5 menit.
·
Lapisan
atas di ambil, di tambah lagi 50 ml etil asetat dan di blender lagi selama 5
menit.
·
Lapisan
di atas di ambil dan di campurkan dengan lapisan yg pertama lalu volume di
jadikan 100 ml dengan penambahan etil asetat.
·
Sebanyak
5 ยตl larutan ini di suntikkan ke dalam
kromatografi gas.
·
Kandungan
propianat di hitung berdasarkan pada kurva baku yang di hasilkan, pada kirsaran
konsentrasi 25-125 ยตg/ml
·
Zat
pengawet Anorganik, penggunaannya sedikit rumit dan jarang di gunakan. Di
antaranya:
·
Nitrit
Garam nitrit umumnya di gunakan untuk
proses curing daging untuk memperoleh
warna yang baik dan mencegah pertumbuhan miikroba. Penggunaan natrium
nitrit dalam ikan dan daging ternyata
menimbulkan efek yang memebahayakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan dengan
amino atau amida dengan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik
(karsinogenik). Reaksi pembentukan nitrosamin adalah sebagai berikut:
Amin sekunder nitrosamin
Anim
tersier
nitrosamin
v
Identifikasi nitriit
·
Sampel
ditimbang sebanyak 5-10 gram lalu digerus .
·
sampel
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tutup
·
lalu
ditambahkan 20 ml air panas lalu di ekstraksi dengan cara dikocok dengan kuat
·
lalu
di diamkan sampai dingin hingga lemak menggumpal lalu disaring.
·
Filtrat
ditampung lalu dimasukkan dalam tabung.
·
untuk
metode oksidasi iodida oleh nitrit dengan menambahkan KI 10% dan ditambahkan
amilum 10 tetes. Hasil positif berwarna bitu tua/ungu yg menandakkan adanya
Nitrit.
·
Dilakukan
kontrol positif dan negatif pada percobaan ini.
v
Penetapan kadar Nitrit
Adapun
analisis kuantitatif nitrit dalam bahan makanan dapat di lakukan denggan
menggunakan metode Griess I dan Griess II. yang pada prinsipnya hampir sama di
mana metode Griess I sebagai amin aromatis primer, dan metode Griess II
mengggunakan sulfanilamide sementara agen pengkomplingnya adalah
nafttiletilendiamin (NED) dan metode ini di ukur dengan spektrofotometer sinar
tampak.
Penetapan
kadar Nitrit (metode Griess I)
sebanyak
5gr sampel di timbang lalu di masukkan dalam gelas piala 50mL. sampel di tambah
lagi 40mL air bebas nitrityang telah di panaskkan pada suhu 80ยบC lalu di aduk dan dipindahkan ke dalam
labu takar 500mL. labu piala di bilas dengan air panas lalu di tambah ke dalam
labu takar. Selanjutnya di tambah air bebas nitrit panas sampai volumenya ±
300mLlalu di panaskan pasa penganas air selama 2 jam pada suhu 80ยบC yang sesekali di goyangkan. Lalu di
tambah 5mL HgCl2 jenuh pada suhu kamar, diencerkan sampai batas tanda dikocok
dan disaring. Sejumlah larutan di pipet lalu di masukkan ke dalam labu takar
50mL, di tambah 2mL pereaksi Griess dan di encerkan dengan air bebas nitrit
sampai batas tanda. Dibiarkan selama 1 jam supaya terbentuk warna. Larutan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 520nm terhadap blanko yang terdiri atas
air bebas nitrit dan pereaksi Griess.
Reaksi yang terjadi pada
penetapan kadar nitrit dengan metode Griess I ini, yaitu :
Penetapan
kadar Nitrit (metode Griess II)
Sebanyak
5gr sampel ditimbang lalu di masukkan dalam gelas piala 50mL. sampel di tambah
air bebas nitrit 40mL yang telah dipanaskan
pada suhu 80ยบC lalu di
aduk dan di pindahkan ke dalam labu takar 500mL. labu piala di bilas dengan air
panas lalu di tambah ke dalam labu takar. Selanjutnya di tambah air bebas
nitrit panas sampai volumenya ± 300mLlalu di panaskan pasa penganas air selama
2 jam pada suhu 80ยบC yang
sesekali di goyangkan. Didinginkan sampai suhu kamar dan diencerkan dengan air
bebas nitrit samapi batas tanda dn disaring. Sejumlah saringan (2-50ยตg nitrit) di pipet, di masukkan dalam labu
takar 50mL di tambah 6mL HCl digojog sebentar dan di tambah 10mL larutan NED
dibiarkan selama 10menit dalam tempat gelap. Selanjutnya di baca absorbansinya
dengan panjang gelombang 545nm terhadap blanko yang terdiri atas semua perekasitapi
tidak mengandung sampel.
Penetapan
kadar nitrit dengan metode Griess ini, maka reaksi yang terjadi
·
Sulfit
v
Penetapan kadar sulfit (Alkalimetri)
·
Sampel
terlebih dahulu di masukkan dalam labu destilasi lalu di tambah H2O dan di
tambah metanol 50 mL kemudian di campur merata.
·
Di dalam
penampung destilasi di tambah 10 mL H2O2 lalu di tambah 60 mL H2O serta
indikator campuran (dengan mencampur 50mL indikator metil merah 0,03% dalam
alkohol dan 50mL metilen biru 0,05% dalam alkohol lalu disaring) dan beberapa
tetes NaOH sampai terbentuk warna hijau
·
Di
tambah 10 mL H2O2 yang sudah berada dalam alat destilasi kemudian di hubungkan
dan di atur. Di tambah 15 mL asam posfat
pada pipa/funnel, lalu di alirkan ke dalam labu destilasi.
·
Di panaskan
sampai mendidih lalu biarkan 30 menit
·
Asam
sulfat yg terbentuk di titrasi dengan NaOH baku 0,01N
F. Cara
menganalisis pengawet yang di larang
·
Formalin
Larutan
formaldehida atau larutan formalin dengan rumus molekul CH2O mempunyai nama
dagang formalin, formol, atau mikrobisida mengandung kira-kira 37% gas
formaldehida dalam air. Biasanya ditambahkan 10–15% methanol untuk menghindari
polimerisasi (Windholz et al.,1983 dalam Cahyadi, 2009). Formalin bisa
berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk
tablet dengan berat masing-masing 5 gram (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Formaldehida
juga merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, tetapi penggunaannya dilarang
dalam bahan pangan (makanan). Walaupun demikian, ada kemungkinan
formaldehida digunakan dalam pengawetan susu, tahu, mie, ikan asin, mi basah,
dan produk pangan lainnya.
Adapun cara identifikasi
dari formalin ini, yaitu:
Formalin dengan adanya asam
kromatropat dalam asam sulfat disertai pemanasan beberapa menit akan terjadi
pewarnaan violet (Herlich, 1990). Reaksi asam kromatropat mengikuti prinsip
kondensasi senyawa fenol dengan formaldehida membentuk senyawa berwarna
(3,4,5,6-dibenzoxanthylium). Pewarnaan disebabkan terbentuknya ion karbenium-
oksonium yang stabil karena mesomeri (Schunack, Mayer & Haake, 1990).
Di Bawah ini reaksi Formalin
dengan Asam Kromatropat :
Senyawa Fluoral P juga dapat
digunakan untuk menguji adanya formalin dengan menetesi bahan yang diduga
mengandung formalin yang akan menghasilkan suatu senyawa kompleks yang berwarna
ungu.
Sedangkan untuk cara penentuan kadar dari
formalin ini, yaitu:
Formalin
juga dapat ditentukan kadarnya secara titrasi asam – basa dengan menambahkan
hidrogen peroksida dan NaOH 1 N dan pemanasan hingga pembuihan berhenti, dan
dititrasi dengan HCl 1 N menggunakan indikator fenolftalein.
Reaksi
:
HCHO
+ H2O2 → HCOOH + H2O
HCOOH
+ NaOH → HCOONa + H2O
NaOH
+ HCl → NaCl + H2O
1
ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30, 03 mg formalin.
·
Boraks
v
Adapun penetapan kadar dari boraks ini:
·
Buatlah
kertas tumerat dari kertas saring yang dicelupkan dalam asam tumerat dan
dikeringkan di udara.
·
Kemudian
asamkan contoh yang akan dianalisa dengan HCL, dengan perbandingan 7 ml HCl
dalam 100 ml contoh.
·
Celupkan
kertas tumerat tadi ke dalam contoh yang telah diasamkan dan diamkan kertas
tersebut mengering di udara.
·
Jika
terdapat positif boraks atau asam borat, maka kertas akan berwarna merah.
·
Penambahan
NH4OH akan mengubah kertas tumerat tersebut menjadi hijau gelap. Penambahan
dilakukan seperti pada HCl.
·
Bandingkan
dengan perlakuan blanko.
DAFTAR
PUSTAKA
¡ Winarno
F,G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama; Jakarta
¡ Rohman
A dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Gadjah mada University Press;
Yogyakarta
¡ Anonim.http://apotikmakassar.wordpress.com/2012/01/13/bahan-tambahan-makanan-pengawet/di
akses 2 oktober 2012
¡ Anonim.http://nellywedya.wordpress.com/bahan-ajar/ipa-terpadu-2/ipa-terpadu/diakses
2 oktober 2012
¡ Anonim.http://nurfaisyah.web.id/wp-content/uploads/2011/04/analisis-kuantitatif2.png 25 november 2012
¡ Anonim.http://semuahitam.wordpress.com/2012/08/07/identifikasi-senyawa-nitrit-pada-makanan/ di akses 25 november 2012
¡ Anonim.http://www.edisukarman.com/2012/11/bahan-tambahan-makanan-pengawet.html
di akses 11desember 2012
¡ Anonim.http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/04/bahaya-dan-efek-samping-bahan-pengawet.html
di akses 25 november 2012
0 Response to "MATERI AMAMI PENGAWET"
Post a Comment